TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN-NYA

KOMODO HARGA DIRI NTT


RUTENG, POS KUPANG. COM -- Habitat binatang komodo di Kabupaten Manggarai Barat menjadi identitas kekayaan alam orang Manggarai. Kekayaan itu mencerminkan harga diri orang Manggarai. Karena itu, tidak ada alasan binatang itu keluar dari habitat aslinya. Jika dipaksakan keluar identik dengan `memperkosa' harga diri orang Manggarai.
Pernyataan itu disampaikan Bupati Manggarai, Drs. Christian Rotok, kepada Pos Kupang, Jumat (24/7/2009), terkait rencana pemerintah pusat untuk memindahkan 10 ekor binatang komodo dari cagar alam Wae Wu'ul ke Denpasar, Bali.

Chris Rotok menjelaskan, habitat komodo merupakan pemberian Ilahi yang harus dipelihara. Masyarakat Manggarai umumnya dan
Manggarai Barat khususnya, telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi kekayaan alam tersebut. Sebab, binatang komodo menjadi kekayaan pemberian Tuhan sendiri bagi masyarakat Manggarai. Masyarakat Manggarai, lanjut Chris Rotok, telah menunjukan tanggung jawab moral bagi pelestarian bintang tersebut melalui upaya perlindungan.



"Setiap daerah Tuhan sudah titip kekayaan-kekayaan. Manggarai diberi binatang komodo karena itu pemerintah daerah melindungi binatang itu. Karena itu, rencana pindahkan binatang komodo itu tidak hanya mencederai habitat aslinya, tetapi telah mencoreng harga diri orang Manggarai. Saya secara pribadi dan masyarakat Manggarai umumnya tidak setuju," tegas Rotok.

Menurut dia, habitat alam binatang komodo di Kawasan Cagar Alam Wae Wu'ul, memiliki dinamika dan sirkulasi kehidupan sendiri. Hubungn timbal balik dan ketergantungan pada lingkungan sekitar menjadi jaringan yang saling melengkapi. Karena itu, sangat tidak tepat untuk pindah ke lokasi lain. "Sekarang mau pindah komodo, besok-besok bisa pindah ini rumah adat orang Manggarai. Kerangka pikiran kita harus dalam satu kesatuan dengan tetap menghormati keanekaragaman," tandas Rotok.
Dia mengatakan, sejak nenek moyang dahulu orang Manggarai menaruh hormat kepada binatang komodo. Karena itu, tandas Rotok, sangat tidak etis memindahkan binatang itu dari habitat aslinya. "Yang perlu dipikirkan pemerintah pusat adalah memberi dorongan upaya-upaya konservasi, bukan pindahkan binatang itu," ujarnya.

Secara terpisah Direktur LSM Demokrasi Peduli Lingkungan dan Kebudayaan Manggarai, Rofino Kant, Sabtu (25/7/2009) menjelaskan, komisi keadilan dan elemen masyarakat sedang menggalakan tanda tangan menolak surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) RI, MS Ka'ban, terkait rencana memindahkan binatang komodo ke Bali.

Kant mengatakan, surat penolakan akan segera dikirim kepada Menhut dan BKSDA. Elemen masyarakat, lanjutnya, menilai rencana Menhut itu tidak menghargai dan menghormati kekayaan alam di suatu daerah.

Diragukan
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Agung Wardhana, di Denpasar, Jumat (24/7/2009), mengatakan, niat baik pemerintah yang akan memindahkan lima pasang komodo dari habitatnya di Wae Wu'ul ke Bali diragukan.



Walhi, lanjut Agung, mencurigai rencana tersebut bukan semata-mata untuk pemurnian genetika. Rencana pemindahan lima pasang komodo dari Wae Wu'ul, Manggarai Barat, NTT ke Pulau Bali, demikian Agung, dikhawatirkan akan mengubah bentang alam Bali sebagai kompensasi penciptaan habitat buatan.

Menurut dia, penempatan komodo di Bali menuntut penciptaan habitat buatan agar menyerupai habitat aslinya. Perubahan bentang alam Bali sebagai akibat dari penciptaan habitat baru itu, kata Agung, pada akhirnya sama saja dengan mengorbankan alam Bali.

"Daya dukung alam Bali benar-benar menjadi taruhannya sehingga rencana itu harus ditolak. Setelah sebelumnya gajah, kini komodo, besok mau apa lagi. Apakah semua harus dimasukkan ke pulau yang relatif kecil dan padat ini," kata Agung.

Agung menduga ada proses yang ditutup-tutupi dalam rencana pemindahan komodo dari habitat aslinya itu. Ia mendesak agar Departemen Kehutanan membuka kepada publik di Bali, baik perihal kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), maupun sosialnya, termasuk alasan kenapa Bali dan Bali Safari & Marine Park yang dipilih menjadi tempat pemindahan.

Alasan pemurnian sebagimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang izin menangkap 10 komodo ke Bali Safari & Marine Park pun diragukan. Agung menduga, komodo-komodo itu hanya akan lebih digunakan sebagai bagian dari atraksi wisata di kompleks Bali Safari & Marine Park.

"Maka itu, agar semua lebih jelas, Departemen Kehutanan harus mensosialisasikan rencana ini kepada publik di Bali. Biar masyarakat Bali juga yang pada akhirnya memutuskan pantas tidaknya pulau itu menerima pemindahan komodo. Itu pun kalau masyarakat Manggarai Barat menyetujui rencana itu," kata Agung.

Secara terpisah, Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Istanto meminta agar seluruh pihak tidak apriori dulu dengan rencana itu. Sebagai sebuah lembaga konservasi, pengelola Taman Safari Indonesia sudah dinilai memiliki pengalaman dan kompetensi.

"Taman Safari sudah layak menjadi tempat konservasi. Meski demikian, kita nanti akan melakukan pemeriksaan lebih dulu menyangkut kajian amdal secara menyeluruh," kata Istanto.

Penolakan dari masyarakat Bali pernah diungkapkan beberapa waktu lalu, khususnya saat pihak Taman Safari Indonesia berencana memindahkan delapan gajah ke Bali Safari & Marine Park. Salah satu alasan penolakan adalah daya dukung alam Bali yang tidak mencukupi khususnya untuk menampung gajah, terutama terkait kawasan jelajah serta ketersediaan pakan.

CERITA RAKYAT ALOR


Menurut cerita yang beredar di masyarakat Alor, kerajaan tertua di Kabupaten Alor adalah kerajaan Abui di pedalaman pegunungan Alor dan kerajaan Munaseli di ujung timur pulau Pantar. Suatu ketika, kedua kerajaan ini terlibat dalam sebuah Perang Magic. Mereka menggunakan kekuatan-kekuatan gaib untuk saling menghancurkan. Munaseli mengirim lebah ke Abui sebaliknya Abui mengirim angin topan dan api ke Munaseli. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh Munaseli. Konon, tengkorak raja Abui yang memimpin perang tersebut saat ini masih tersimpan dalam sebuah goa di Mataru. Kerajaan berikutnya yang didirikan adalah kerajaan Pandai yang terletak dekat kerajaan Munaseli dan Kerajaan Bunga Bali yang berpusat di Alor Besar. Munaseli dan Pandai yang bertetangga, akhirnya juga terlibat dalam sebuah perang yang menyebabkan Munaseli meminta bantuan kepada raja kerajaan Majapahit, mengingat sebelumnya telah kalah perang melawan Abui.
Sekitar awal tahun 1300-an, satu detasmen tentara bantuan kerajaan Majapahit tiba di Munaseli tetapi yang mereka temukan hanyalah puing-puing kerajaan Munaseli sedangkan penduduknya telah melarikan diri ke berbagai tempat di Alor dan sekitarnya. Para tentara Majapahit ini akhirnya banyak yang memutuskan untuk menetap di Munaseli, sehingga tidak heran jika saat ini banyak orang Munaseli yang bertampang Jawa. Peristiwa pengiriman tentara Majapahit ke Munaseli inilah yang melatarbelakangi disebutnya Galiau (Pantar) dalam buku Negarakartagama karya Empu Prapanca yang ditulisnya pada masa jaya kejayaan Majapahit (1367). Buku yang sama juga menyebut Galiau Watang Lema atau daerah-daerah pesisir pantai kepulauan. Galiau yang terdiri dari 5 kerajaan, yaitu Kui dan Bunga Bali di Alor serta Blagar, Pandai dan Baranua di Pantar. Aliansi 5 kerajaan di pesisir pantai ini diyakini memiliki hubungan dekat antara satu dengan lainnya. Bahkan raja-raja mereka mengaku memiliki leluhur yang sama.




Pendiri ke 5 kerajaan daerah pantai tersebut adalah 5 Putra Mau Wolang dari Majapahit dan mereka dibesarkan di Pandai. Yang tertua diantara mereka memerintah daerah tersebut. Mereka juga memiliki hubungan dagang, bahkan hubungan darah dengan aliansi serupa yang terbentang dari Solor sampai Lembata. Jalur perdagangan yang dibangun tidak hanya diantara mereka tetapi juga sampai ke Sulawesi, bahkan ada yang menyebutkan bahwa kepulauan kecil di Australia bagian utara adalah milik jalur perdagangan ini. Mungkin karena itulah, beberapa waktu lalu sejumlah pemuda dari Alor Pantar melakukan pelayaran ke pulau Pasir di Australia bagian utara. Laporan pertama orang-orang asing tentang Alor bertanggal 8 – 25 Januari 1522, Pigafetta, seorang penulis bersama awak armada Victoria sempat berlabuh di pantai Pureman, Kecamatan Alor Barat Daya. Ketika itu mereka dalam perjalanan pulang ke Eropa setelah berlayar keliling dunia dan setelah Magelhaen, pemimpin armada Victoria mati terbunuh di Philipina. Pigafetta juga menyebut Galiau dalam buku hariannya. Observasinya yang keliru adalah penduduk pulau Alor memiliki telinga lebar yang dapat dilipat untuk dijadikan bantal sewaktu tidur. Pigafetta jelas telah salah melihat payung tradisional orang Alor yang terbuat dari anyaman daun pandan. Payung ini dipakai untuk melindungi tubuh sewaktu hujan.

SEKILAS TENTANG ALOR



Kabupaten Alor adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur,Indonesia. Ibukota Alor berada di Kalabahi. Penduduk Alor berjumlah sekitar 150.000 jiwa, sedangkan luasnya adalah 2.864,6 km².
Kabupaten ini berbentuk kepulauan dan dilintasi jalur pelayaran dagang internasional ke samudera Pasifik
Untuk tahun 2006, PAD kabupaten ini IRD 13.000.000.000, dengan laju pertumbuhan ekonomi 5,9% dan pendapatan per kapita IDR 1.200.000.
Lebih jelas-nya klik disini
BUDAYA ALOR
Alor merupakan kabupaten yang terletak paling timur dalam gugusan kepulauan di wilayah NTT wilayah utara. Berbatasan dengan Propinsi Maluku, laut Sawu, laut Flores dan selat Ombai sebelah baratnya, Kabupaten ini memiliki beberapa pulau kecil, pulau pantar, Baranusa, Kambing, Buaya, Tereweng.

Luas kabupaten Alor 2864,6 km2 Keadaan alam pulau Alor agak berbeda dengan gugusan pulau Flores di Adonara dan Lembata yang subur dengan gunung berapi. Kecuali sebagian kecil wilayah sebur Alor Timur.

Pulau Alor telah lama dikenal melalui tulisan Pigafetta dalam pelayaran Magelhaens mengelilingi dunia. Setelah mengumpul rempah-rempah di Maluku, kapal
Victoria berlayar kembali ke Eropah dengan menyinggahi Alor pada 12 Januari 1522. Ketika itu sebagian besar penduduk pantai telah menganut agama Islam karena kontak dengan Sultan Ternate.

Masyarakat Alor pada mulanya dibentuk berdasarkan pada himpunan keluarga inti/bathi yang terdiri dari bapak, ibu, anak, yang secara tradisional memilih tempat tinggal berpisah-pisah tetapi dalam satu klen besar di lembah yang dalam, atau di puncak gunung atau dilereng-lereng bukit.

Himpunan ini akhirnya membentuk Bala atau satu klen kecil yang merupakan perluasan dari keluarga inti. Beberapa Bala membentuk klen yang lebih besar berdasarkan keturunan ayah dalam satu rumah adat.

Sulit memisahkan peran moko dan belis dalam kehidupan masyarakat Alor terutama dalam perkawinan. Fungsi social moko di Alor sama dengan gading di Flores, terutama Flores Timur. Moko Alor tergolong dalam Nekara type Pejeng (Gianyar/Bali). Bentuk dasarnya lonjong seperti gendang, ada yang berbentuk gendang besar. Pola hiasnya beragam tergantung tahun pembuatannya, yang kebanyakan sekarang di Alor adalah mirip dengan yang ada pada zaman Majapahit. Adapula jenis ragam hias moko yang merupakan hasil produksi pada zaman Hindia Belanda,
Hindu, Indonesia sebelum merdeka. Lebih jelas-nya Klik disini


Beberapa keunggulan dari nusa kenari :
" Tumbuhnya pohon kenari yang menghiasi setiap pulau "
" Pulau Rusa, sesuai dengan namanya hanya dihuni satwa rusa"
"Terdapat tambang batu hitam sebagai komoditi ekspor"
" Terdapat Kutu Lak di hutan kusambi sebagai komoditi ekspor "
"Sumber Mata Air panas dan air terjun di Mainang dan Atengmelang"
" Sumber Mata Air Kenari sebagai air mineral"
"Kekayaan Aneka Budaya dan bahasa serta dialek"
"Buah Mangga Kelapa sebagi mangga unggul lokal"
"Mutiara sebagai salah satu komoditi ekspor unggulan"

Lebih jelas-nya Klik disini
KLIK DISINI BOS>>>

smadav antivirus indonesiaFREE EBOOK